BA B I
PENDAHULUAN
Paul Natorp yang dikutip Muhammd Hatta berpendapat : “Wahrheiten wollen erkannt und fastgestelld. Eben bewahrheitet sein; die wahrheit selbst bedarf dessen nicht, sondern sie ist es, die allein bewaehrt, was orgend als wahr erkannt sein und gelten soll”
Segala kebenaran maunya diketahui dan dinyatakan, dan juga kebenaran itu sendiri tidak perlu akan itu, karena ialah yang menunjukkan, apa yang diakui benar dan harus berlaku.
Sebuah kebenaran yang terstruktur manjadikannya sebuah ilmu, ilmu yang bersumber dari kebenaran yang diproses dengan benar dan digunakan dengan benar merupakan tujuan yang benar.
Manusia diciptakan bukanlah untuk diri sendiri dan Ilmu ada bukanlah untuk ilmu itu sendiri, manusia, ilmu dan amal harus terintegrasi dengan moral dan hikmah sehingga manusia bisa mewarnai dunia dengan ilmu dan hikmah.
BAB II
MANFAAT ILMU
A. Manusia, Akal dan Moral
Manusia bertanya tentang dirinya dan orang lain atau suatu gejala adalah disebabkan oleh kegelisahan untuk berfikir, apa yang didengar atau dilihat tidak jelas baginya. Dengan terdapat titik kesamaan yang mula, yaitu rasa ingin tahu.
Manakala manusia melakukan, atau melihat segala sesuatu itu dengan penuh perhatian dan minat, merasa heran dan menakjubkan bagi dirinya kemudian mengajukan berbagai pertanyaan tentang apa yang dilakukan atau dilihatnya itu, maka runtutan seperti itu menyatakan bahwa seseorang berfilsafat.
Darimana rasa ingin tahu itu? Dalam al Quran Allah berfirman :
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
Menurut Ahmad Tafsir (2009) yang didasari ayat di atas, rasa ingin tahu itu ada pada manusia itu sudah built in dalam penciptaan manusia, manusia ingin tahu, lantas ia mencari tahu, hasilnya ia mengetahui akan sesuatu. Dan ini adalah awal dari ilmu.
Keingintahuan adalah konsekwensi logis dari keberadaan akal bagi manusia. Akal diberikan oleh Allah adalah sebuah potensi bagi manusia, menurut Ibu Rusyd akal adalah mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) Manusia. karena akal menurut Ibn Bajjah adalah “Satu-satunya saran untuk memperoleh dan mendapatkan pengetahuan yang benar dan mencapai kemakmuran dan membangun kepribadian”.
Mengapa manusia bertanya tentang dirinya atau orang lain, atau suatu gejala adalah disebabkan oleh kegelisahan ia untuk selalu berfikir, apa yang didengar atau dilihat tidak jelas baginya, dan karena itu ia bertanya kepada dirinya sendiri.
Menurut Taufik Ismail yang dikutip Jujun (2005) “Penalaran manusia sangat luar biasa, namun mereka sangat curang dan serakah sedang sebodoh bodohnya umat kerbau tidak curang dan serakah” sehingga apakah semakin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran? apakah makin benar maka makin baik perbuatan kita Ataukah makin cerdas kita akan semakin pandai kita berdusta? “.Prof. Ace Partadiredja berpendapat “Munculnya teori-teori ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan manusia untuk serakah”. Ibn Rusyd berpendapat bahwa manusia yang memiliki akal sebagai sumber kebenaran haruslah digunakan untuk memecahkan persoalan, bukan menjadi “ persoalan baru” sedangkan menurut pandangan Al Ghazali tentang etika, bahwa seorang sufi benar-benar berada di atas jalan yang benar, berakhlaq yang baik dan berpengetahuan yang luas, seorang filusuf haruslah menjadi seorang sufi yang benar, sehingga ia tidak terjebak dalam penggunaan akal untuk pembenaran hawa nafsunya.
Dalam al Quran ditegaskan, bagaimana orang-orang yang menggunakan hawa nafsu tanpa ilmu sebagai orang-orang yang disesatkan :
“Tetapi orang-orang yang dzalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”
Perkembangan ilmu sering melupakan manusia, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justeru sebaliknya manusia akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi.
Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberkan kemudahan bagi manusia melaikan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Suatu yang kadang-kadang harus dibayar mahal oleh manusia yang kehilangan sebagian arti dari kemanusiaanya sendiri. Dewasa ini ilmu menjadikan kita dehumanisasi, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat manusia itu sendiri.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya; untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?, di mana batas wewenang penjelajahan ilmu? Kemana arah perkembangan ilmu harus diarahkan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak merupakan urgensi bagi Copernicus, Galileo, dan ilmuan seangkatanya. Namun bagi yang hidup di abad 20, persoalan tersebut menjadi persoalan yang sangat urgen yang tidakdapat dielakkan. Dan untuk menjawab persoalan tersebut maka ilmuan berpaling pada hakikat moral.
Pengetahuan tentang proses berfikir ilmiah ialah hakikat ilmu pengetahuan dan aspek-aspeknya. Dengan demikian pengenalan ilmu menyangkut kognitif dan afektif terhadap wujud ilmu. Menurut Jujun :
“…Kegiatan pendidikan keilmuan, tidak boleh berhenti pada kematangan intelektual semata. Melainkan harus menjangkau kedewasaan moral dan sosia. Penilaian akhir seorang ilmuan tidak boleh diletakkan kepada kemampuan berfikir saja melainkan harus mengikutsertakan kedewasaan sikap dan tindakan”.
B.Aksiologi Ilmu Pengetahuan
a. Kegunaan Pengetahuan Sain
Apa kegunaan sain? Pertanyan ini sama dengan apa kegunaan pengetahuan ilmiah karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan tersebut bisa berupa argumen logis, dan ini merupakan landasan teori filsafat. Sedangkan alasan yang berupa argumen perasaan atau keyakinan yang kadang kadang empiris merupakan teori dalam pengetahuan mistik. Sedangkan toeri sain harus berDasar kan argumen logis yang empiris.
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu.
1.Ilmu sebagai alat Eksplansi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat ekspalanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai suatu studi tentang masalah-masalah eksplanasi. Menurut T Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir, “sain merupakan suatu sistem eksplanasiyang paling dapat diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.
Sebagai contoh, ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan kenalpot yang berasap tebal berwarna putih dengan jalan terseok seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari gejala yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan, bisa membuat eksplanasi atau penjeleasan kepada pemilik motor mengapa begitu. Itulah manfaat ilmu sebagai eksplanasi.
2. Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat melakukan ramalan. Dalam term ilmuwan ramalan disebut prediksi untuk membedakan ramalan embah dukun. Sebagai contoh, motor tadi, seorang mekanik bisa memprediksi jika pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti oli, maka ring sehernya akan cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan menyebabkan asap menjadi tebal dan berwarna putih.
3. Ilmu sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat ramalan berDasar kan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Contoh : Agar motor kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga tingkat keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat. Sehingga motor kita awet.
Menurut Ahmad Tafsir, Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif, sedangkan kontrol bersifat aktif.
b. Cara Sain Menyelesaikan Masalah
Ilmu atau sains yang didalamnya terdapat teori, dibuat untuk memudahkan manusia, bila kita mendapat kesulitan yang kita kenal dengan istilah masalah, kita menghadapi dan menyelesaikannya dengan ilmu.
Sebagai contoh, dulu ketika televisi baru diketemukan dan listerik maih sanggat jarang, jika kita ingin menonton televisi harus menggunakan accu yang cukup besar dan berat. Jika listrik di accu tersebut sudah lemah maka kita harus mencasnya di kampung sebelah dengan cara di gotong, dan ini sangat mensulitkan kita. Tapi ketika listerik sudah masuk ke kampung kita, kita tidak usah menggotong accu yang berat itu karena sudah tidak terpakai, tapi kita tinggal mencoloknya di stop kontak dan tinggal “Jetrek”. Tapi inipun masih menjadi masalah pula, ketika kita akan merubah cenel dan kita harus mondar mandir meenghapiri televisi sekedar memijit tombol program agar pindah cenel, tapi itu sudah berlalu karena sekarang kita cukup memijit remot yang ada di tangan kita. Mudahkan ?
Beberapa tahun kemudian, anak-anak dikampung kita menjadi jarang mengaji, malah mereka berlkuyuran di jalan padahal waktunya mereka mengaji atau belajar. Mengapa begini? Kemudian kita memanggil ilmuan untuk meminta bantuannya, mengapa bisa begini? Kemudian ilmuan itu melakukan beberpa hal Pertama, ia mengidentifikasi masalah yang ada, ia ingin tahu mengapa anak-anak di kampung itu tidak mau belajar dan mengaji. Identifikasi biasanya dilakukan dengan cara mengadakan penelitian. Yang hasinya dianalisis untuk mengetahui secara persis segala sesuati dari gejaka tersebut. Kedua ia mencari litelatur tentang sebab kemalasan anak-anak tersebut. Ketiga ia mencari litelarur yang menerangkan cara memperbaiki kemalasan anak-anak tersebut.
C. Aksiologi Pengetahuan Mistik
1.Kegunaan Pengetahuan Mistik
Mustahil pengetahuan mistik banyak pengikut yang begitu banyak, jika tidak memiliki kegunaan. Pengetahuan ini sangat bersifat subjektif, yang paling tahu kegunaan ilmu ini hanyalah pemiliknya. Bagi seorang sufi, pengetahuan mistik menjadi jembatan untuk menentramkan jiwa mereka. bahkan mereka menikmati yang luar biasa tatkala “berjumpa” dengan Tuhannya.
Pengetahuan mereka sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak terselesaikan sain dan filsafat, jenis mistik lain berguna untuk seseorang sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu, terlepas benar tidak penggunaaanya. Kegunaan pengetahuan mistik ini mulai tergeser, seiring kemajuan teknologi, sekarang wanita cantik tidak cukup dipelet dengan “Semar Mesem” atau “Jaran Giring” tapi mereka sangat tertari dengan “pelet Jepang” apalagi “pelet Jerman”. Agaknya seleksi alamlah yang menentukan. Tapi mistik yang memembawa ketenanganlah yang masih tetap akan bertahan.
2. Penggunaan Mistik untuk Menyelesaikan Masalah
Dari sisi penggunaanya, mistik ini terbagi menjadi dua penggunaan.Pertama mistik-magis-putih yang digunakkan untuk hal kebaikan, seperti menolong orang, mengobati, mendamaikan seseorang. Sedang yang kedua mistik-magis-hitam yang digunakan untuk hal diluar mistik-magis-putih. Orang mengatakan mistik putih karena manteranya diambil dari al Qur’an dan ditulis dengan huruf arab, ada pula yang mengatakannya dari sisi tujuan yang hendak dicapai. Namun, secara teoritis, perbedan dapat dilihat dari sisi ontologi, epistimologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila ontologi, misalnya manteranya melawan ajaran benar (misalnya agama) maka maka “ilmu” itu digolongkan hitam.
Pada sisi epistimologinya, jika “ilmu” itu harus didapat dengan cara melawan yang ajaran benar maka itu pun dikatakan hitam.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Manusia bertanya tentang dirinya dan orang lain atau suatu gejala adalah disebabkan oleh kegelisahan untuk berfikir, apa yang didengar atau dilihat tidak jelas baginya. Dengan terdapat titik kesamaan yang mula, yaitu rasa ingin tahu.
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu;
1.Ilmu sebagai alat Eksplansi
2. Ilmu sebagai alat Peramal
3. Ilmu sebagai alat Pengontrol
Dari sisi penggunaanya, mistik ini terbagi menjadi dua penggunaan.Pertama mistik-magis-putih yang digunakkan untuk hal kebaikan, seperti menolong orang, mengobati, mendamaikan seseorang. Sedang yang kedua mistik-magis-hitam yang digunakan untuk hal diluar mistik-magis-putih. Orang mengatakan mistik putih karena manteranya diambil dari al Qur’an dan ditulis dengan huruf arab, ada pula yang mengatakannya dari sisi tujuan yang hendak dicapai. Namun, secara teoritis, perbedan dapat dilihat dari sisi ontologi, epistimologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila ontologi, misalnya manteranya melawan ajaran benar (misalnya agama) maka maka “ilmu” itu digolongkan hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar